Saya pernah mendengar pendapat bahwa wisuda bukan momen sakral bagi mahasiswa S3, tetapi ujian terbuka. Maka, mahasiswa S3 dalam menyambut wisuda tidak sesuka cita Ujian terbuka. Ibaratnya kalau sudah ujian terbuka, tidak wisuda juga tidak apa-apa. Oleh karena itu pada saat wisuda kalau tidak bersama keluarga tidak jadi soal, wisuda berangkat sendiri, pulang sendiri.
Berbeda pada saat ujian terbuka, biasanya akan diusahakan keluarga bisa hadir meskipun jarak jauh. Momen sakral ini harus dihadiri keluarga tercinta yang sudah mendampingi perjuangan selama studi. Ada yang bilang perjuangan berdarah-darah, hehe lebayy? Bagi yang sudah merasakan pasti setuju dengan pendapat itu.
Nah begitu sakralnya acara tersebut, pastinya dibutuhkan persiapan yang matang. Persiapan mulai dari hal kecil sampai besar. Jangan sampai terlupa, demi lancarnya acara. Layaknya mau punya hajatan, semua harus dipikirkan, direncanakan, dipersiapkan jauh hari sebelumnya.
Memang ujian terbuka itu tidak bisa diprediksi kapan tepatnya, tetapi punya target bolehlah. Karena penuh ketidakpastian maka setelah ujian tertutup sudah boleh disiapkan segala keperluan ujian terbuka.
Mulai dari pakaian resmi sesuai aturan di kampus tempat studi. Di Indonesia, bagi perempuan biasanya pakaian resmi kebaya, dan bagi pria mengenakan stelan Jas. Namun tidak menutup kemungkinan setiap kampus berbeda ketentuan mengenai pakaian.
Disela-sela mengerjakan revisi disertasi saya manfaatkan waktu luang kala jenuh, mencari informasi mengenai kain kebaya. Saya searching penjahit, toko, atau butik di sekitar surakarta. Informasi bisa melalui internet, teman, atau saudara.
Mengapa jauh hari harus disiapkan? karena persiapan ujian itu banyak sekali, selain fisik, mental, pakaian yang nyaman dapat menunjang rasa percaya diri dan kenyamanan pada saat ujian. Setidaknya itu pendapat saya sih, hehe. Berdiri dipodium disaksikan oleh banyak orang mulai dari Tim penguji, Tim promotor, tamu undangan, keluarga dan teman-teman membutuhkan mental dan fisik yang prima. Salah satunya berpakaian yang nyaman.
Persiapan jauh hari itu juga atas saran dari kakak tingkat yang lebih dahulu menempuh ujian terbuka. Beliau menyarankan agar perlengkapan yang bisa disiapkan jauh hari, seperti pakaian untuk diri, juga untuk keluarga, souvenir, goodie bag, dan lain-lain sebaiknya disipakan jauh hari. Jangan menunggu mepet waktu, sangat tidak baik, bagi kesehatan mental.
Berbekal jaringan pertemanan yang di komunitas yang saya ikuti, saya jadi tahu teman-teman yang memiliki usaha, perlengkapan yang saya perlukan. Sebagai contoh goodiebag dan sablon. Saya pesan beberapa bulan sebelum ujian.
Kebaya saya dan anak-anak saya jahit dua bulan sebelumnya. Untuk pakaian suami dan anak lelaki tidak perlu beli lagi. Mengenakan koleksi yang sudah ada, kalau anak lelaki menyewa jas anak-anak di persewaan pakaian pesta tak jauh dari tempat tinggal.
Souvenir saya siapkan beberapa minggu sebelum tanggal penetapan ujian, karena berupa bahan minuman khas daerah asal. Kebetulan pak suami sedang ada tugas ke Lampung jadi sekalian pesan dan dikirim via bis karena tidak bisa dibawa naik pesawat.
Pakaian, goodiebag, sablon, souvenir sudah. Tinggal fokus pada perlengkapan ujian. Revisi terus dilakukan, cetak disertasi sebanyak 10 eksemplar, buku ringkasan disertasi maksimal 100 eksemplar, Bukti publikasi internasional terindex scopus, dan persyaratan administrasi lain. Daftar ujian ke prodi, kemudian ke gedung pascasarjana, untuk diverifikasi. Setelah semua dinyatakan valid, masih harus menunggu jadwal ujian.
Pada saat mendaftar ujian terbuka, kebetulan banyak barengan, sehingga tidak mudah mendapatkan jadwal dengan segera. Harus menunggu antrian, selain itu menyesuaikan jadwal ketua pasca, penguji ekternal. Oleh karena itu masa menunggu penentuan jadwal sangat menguras perasaan.
Berbagai perasaan berkecamuk didalam hati, cemas, takut, bercampur jadi satu. membuat masa penantian semakin tidak nyaman. Kalau tidak hati-hati bisa stress memikirkannya. Apalagi jika waktu ujian sudah mepet dengan tanggal pembayaran SPP semester berikutnya. Hemm...
Hanya bisa beriktiar sekuat tenaga, berdoa , berusaha maksimal, selanjutnya pasrah. Waktu itu ada kejadian yang membuat saya sedih dan stress, karena tanggal yang sudah ditetapkan berubah. Perasaan tidak karuan, karena sudah terlanjur mengundang keluarga, pimpinan kampus dari Lampung. saya kuatir jika ditunda maka mereka tidak bisa hadir, dan berbagai pikiran lain.
Teman-teman juga jadinya banyak yang tidak bisa hadir karena perubahan jadwal itu. Plean-pelan kuhibur diri, juga berkata dukungan dari suami dan teman-teman maka saya bisa menerima perubahan jadwal itu. Insyaallah ini yang terbaik.
Fokus pada persiapan ujian, saya latihan presentasi didepan cermin. Saya rekam, dengarkan kembali, koreksi kata-kata yang tidak perlu dan usahakan waktunya tidak lebih dari 20 menit. Setelah mencoba beberapa kali, akhirnya diperoleh durasi yang pas. Sampai saya agak hafal kata-kata yang mesti saya ucapkan. Sehingga pada saat berkatifitas apapun saya sambil menghafalkannya.
Beberapa teman menyarankan tetap membawa teks untuk presentasi, untuk jaga-jaga. Dalam kondisi tertekan bisa saja apapun yang sudah dipersiapkan dengan sangat baik hilang. karena grogi. Maka saya pun mempersiapkan teks untuk presentasi, poin-poin pentingnya saja.
Tak lupa persiapan catering untuk jamuan usai ujian, harus disiapkan. Alhamdulillah untuk catering dan display ruang ujian, MC dan lain-lain sudah diurus oleh prodi, dalam hal ini Mba Diah dan Mas sabar yang baik hati. Maka, saya bisa fokus pada persiapan diri dan keluarga.
Masa penantian yang luar biasa, banyak berdoa, banyak diam dirumah jika tidak perlu penting, wah sudah seperti orang mau akad nikah saja. Kurang lebih seperti itulah rasanya.
Manfaatkan waktu untuk membaca ulang naskah disertasi, juga membersamai anak-anak dan keluarga.
Memohon arahan dari promotor dan co-promotor, dan doa dari orang tua, suami, saudara, teman agar ujian berjalan lancar, sukses dan barokah. Aamiin.
Itulah cerita tentang persiapan ujian terbuka saya, setiap mahasiswa memiliki cerita yang berbeda ya, ini hanya sekedar berbagi kisah. Mengenang momen sakral sekali seumur hidup. Semoga bermanfaat.
No comments:
Post a Comment