Friday, June 19, 2020

Social Entrepreneurship

 Social Entrepreneurship

Apa itu Social Entrepeneurship?

Social entrepreneurship secara lebih komprehensif merupakan penciptaan nilai sosial yang dibentuk dengan cara bekerja sama dengan orang lain atau organisasi masayarakat yang terlibat dalam suatu inovasi sosial yang biasanya menyiratkan suatu kegiatan ekonomi (Hulgard, 2010)

Definisi lainnya dikemukakan oleh Saifan (2012) social entrepreneur sebagai a mission driven individual who uses a set of of entrepreneurial behavioursto deliver a social value to the less privileged, all through an entrepreneurially oriented entity that is financially independent, self sufficient, or sustainable.

Definisi tersebut menunjukan terdapat empat faktor yang membedakan social entrepreneuers dengan business entrepreneurs :

Mission-driven, mereka mendedikasikan diri untuk memenuhi misi mereka memberikan nilai sosial bagi masyarakat yang tidak terlayani oleh pemerintah dan swasta
Entrepreneurially, bertindak secara entrepreneur yang merupakan kombinasi karakteristik yang menjadikan mereka berbeda dengan profit oriented entrepreneurs
Entrepreneurially oriented organizations, yaitu bertindak dalam organisasi yang berorientasi entrepreneur dan memiliki budaya inovasi dan keterbukaan yang kuat
Financially independent organizations, yaitu bertindak dalam organisasi yang independen secara finansial yang merencanakan dan melaksanakan strategi-strategi yang menguntungkan, tujuannya adalah memberikan nilai sosial yang diharapkan dengan dukungan finansial yang mapan.

Mengapa Social Entrepeneurship Itu Penting?

Social entrepreneurship berkembang secara global dan menjadi salah satu solusi bagi permasalahan dunia yang berat  dan kompleks. Lebih jauh social entrepreneurship juga mampu mengubah cara pandang masyarakat mengenai berbagai perubahan sosial.

Social entrepreneurship mampu menumbuhkan sikap masyarakat yang inovatif dalam mencapai perubahan sosial di seluruh dunia. Disinilah peran social entrepreneur sangat penting dalam upaya mewujudkan perubahan pola pikir, karena perubahan sosial membutuhkan perubahan pola pikir (mindset) seluruh masyarakat. Perubahan pola pikir akan mendorong perubahan perilaku masyarakat. Hal itu tidak mudah dilakukan dan butuh waktu yang tidak sebentar, karena biasanya masyarakat telah memiliki suatu keyakinan yang dipegang teguh secara turun temurun dan mapan yang sangat mempengaruhi pola perilaku.

Pola perilaku tersebut akan menjadi penghalang kemajuan masyarakat karena sudah tidak relevan dan tidak sesuai dengan perkembangan jaman. Akhirnya melahirkan kemiskinan dan ketidakberdayaan. Oleh karena itu peran Social entrepreneurs sangat dibutuhkan terutama dalam mengubah pola pikir dengan membantu masyarakat melihat potensi yang belum tergali dan menghargai konektifitas masyarakat global. Selain itu social entrepreneurs mengubah cara pandang masyarakat agar tidak egois yang hanya memikirkan kepentingan pribadi, dari hanya berpikir tentang ‘aku’ menjadi ‘kami’ dan akhirnya ‘kami semua.

Target preposisi nilai seorang social entrepreneur masyarakat yang tidak terlayani, diabaikan, sangat tidak beruntung, yang tidak memiliki dukungan finansial dan kekuatan politik untuk mencapai manfaat transformatif dengan kekuatan mereka. 

Perbedaan dan Kesamaan Karakteristik Business Entrepreneurs dengan Social Entrepreneurs

Karakteristik Business Entrepreneurs dengan Social Entrepreneurs memiliki beberapa perbedaan dan kesamaan. Perbedaan dan kesamaan tersebut didasarkan oleh pendapat beberapa ahli, yang disajikan pada gambar berikut.


Karakteristik Business dan Social Entrepreneur 


 Karakteristik Seorang Social Entrepreneurs

Seorang social entrepreneur memiliki beberapa karakteristik yang hampir sama dengan business entrepeneurs. Karakteristik tersebut adalah  

  • Seseorang yang memiliki karakteristik entrepreneurial tetapi dalam melakukan kegiatan bisnis untuk kepentingan sosial (Dees, 1998, dan James, 2001) 
  • Memiliki ide-ide yang luar biasa dan kreatifitas yang tinggi sebagai solusi pemecahan masalah untuk melakukan perubahan (Bornstein, 1998)
  • Toleransi yang lebih tinggi terhadap kondisi ketidakpastian (Prabhu, 1999)
  • Keterbatasan sumberdaya tidak menjadi kendala penciptaan nilai (Dees, 1998, Henton, et.al, 1997)
  • Fokus pada visi dan peluang di masa depan dengan memberdayakan masyarakat untuk mewujudkan visi tersebut menjadi sebuah realitas yang berkeadilan sosial (Catford, 1998)


Prof. Rhenald Kasali, guru besar Universitas Indonesia dibidang manajemen, agar berhasil menjadi wirausahawan sosial diperlukan 6 karakteristik:

  • Kesediaan mulai berkarya secara diam-diam, sebab biasanya  mereka mulai bekerja di area yang tidak dikenal orang. Kebanyakan  mereka mau dikenal setelah karya-karyanya menjadi kenyataan dan ramai  diperbincangkan orang
 
  • Kesediaan untuk berkorban dan bertindak cepat  
          Pengorbanan bukan hanya menyangkut harta benda, melainkan juga  naluri untuk bersenangsenang, serta menyediakan waktu, tenaga dan pikiran. Seperti halnya wirausahawan bisnis, mereka harus mau bekerja dengan energi penuh. Serta, melakukan banyak hal sekaligus, bergerak menembus berbagai dinding penyekat dan batas-batas disiplin antar dinding. 
  • Wirausahawan sosial menghancurkan  The  Established Stuctures. Artinya bekerja secara independen dan tidak mau terbelenggu oleh stuktur yang seolah-olah mewakili kebenaran. Para wirausahawan sosial memiliki kecerdasan yang luar biasa dalam mengambil jarak untuk melihat “beyond the orthodoxy” dalam bidang pekerjaan mereka. Untuk menempuh hal ini, kadang ia berani mengambil resiko yang tidak terduga, sehingga adakalanya dimusuhi oleh kalangan Established.
  • Kesediaan melakukan koreksi diri. Sekedar gambaran, pada tahun 1990an banyak orang telah mengakui Mohammed Yunus yang sukses mengembangkan pelayanan keuangan mikro melalui Greemen Bank, namun ia sendiri masih melihat banyak kelemahan. Kemudian Mohammed Yunus melakukan koreksi dan pada tahun 2002 Greemen Bank muncul dengan revisi konsep untuk memeperbaiki kinerja pelayanan keuangan bagi masyarakat miskin.
  • Kesediaan berbagi keberhasilan. Artinya, ia tidak menganggap kesuksesan kegiatan wirausaha sosial semata-mata sebagai karya atau jerih payahnya sendiri. Sebab para wirausahawan sosial sejatinya adalah orang yang rendah hati, dan diliputi semangat mengabdi pada kepentingan masyarakat, dan ditangannyalah dunia menjadi lebih bercahaya karena mereka bekerja dengan spirit cinta kasih. Mereka lebih dari sekedar berkarya, melainkan membangun kekuatan perubahan yang berkelanjutan.

Thomson berpendapat karakteristik social entrepreneurship atau wirausaha sosial yaitu

    • Mengenalkan dan menerapkan sistem yang tepat untuk                  mengendalikan ventura selain menciptakan inovasi juga
    • Mengemukakan imajinasi dan visi dari pemahaman peluang tersebut
    • Mampu mengidentifikasi kesenjangan kebutuhan dan peluang yang tercipta dari suatu kesenjangan   
    • Memotivasi dan merekrut sumberdaya, membangun misi
    • Mampu mengatasi kendala dan resiko yang mungkin terjadi  

Tokoh –tokoh Social Entrepreneur

 Muhammad Yunus

Pendiri Grameen Bank (banking for the poor) di Bangladesh pada tahun 1983. Grameen Bank merupakan penyedia kredit mikro, juga  membangun ide bisnis sosial. Sebuah bisnis yang dilandasi semangat membantu kaum lemah untuk mengatasi masalah-masalah sosial secara kreatif. Masalah tersebut antara lain adalah pengentasan kemiskinan, masalah lingkungan seperti polusi, layanan kesehatan, dan pendidikan.

Menariknya, 97 % nasabah Grameen Bank adalah perempuan, yang hidup dibawah garis kemiskinan. Grameen Bank juga berarti berperan dalam upaya pemberdayaan perempuan. Hasilnya taraf hidup masyarakat meningkat, keluar dari garis kemiskinan, dan mampu berdikari.

Keberhasilan Grameen Bank ini tidak hanya bermanfaat bagi masyarakat Bangladesh saja. Namun kini telah diadopsi dan diterapkan ke berbagai negara, antara lain Belanda, Norwegia, Perancis dan Amerika Serikat. Hal ini membuktikan bahwa Grameen Bank mampu menjadi solusi berbagai masalah sosial terutama melalui proyek-proyek microfinance.

 

Bill Drayton

Ashoka fondation yang didirikan oleh Bill Drayton pada tahun 1981, telah mengantarkannya menjadi tokoh yang mendapat julukan Bapak social Entrepreneurship dunia. 

Motto Ashoka Fondation adalah Change maker yang mengandung arti tokoh atau individu yang menjadi agen  perubahan. Ashoka Fondation memiliki kantor di 37 negara, lebih dari 3.000 social entrepreneur yang mendapat bantuan untuk melakukan perubahan sosial yang tersebar di lebih 70 negara.

Tujuan Ashoka Fondation didirikan adalah untuk memberikan dukungan pengembangan social entrepreneurship di seluruh dunia. Dukungan tersebut dilakukan melalui bebrapa sistem yaitu:

Mendorong kewirausahaan secara berkelompok melalui kolaborasi antara sekelompok wirausahawan sehingga terjadi perubahan signifikan dalam suatu bidang
Memberikan dukungan terhadap social entrepreneur dengan mengidentifikasi dan memberikan dukungan finansial terhadap social entrepreneur potensial agar dapat memaksimalkan dampak sosial dari kegiatannya 
Membangun infrastruktur sektoral dengan cara membangun kerja sama yang dapat membantu menciptakan nilai (value) sosial dan finansial
Mendorong kewirausahaan secara berkelompok melalui kolaborasi antara sekelompok wirausahawan sehingga terjadi perubahan signifikan dalam suatu bidang 

Masih banyak lagi tokoh lain seperti Septi Peni Wulandani, penemu jaritmatika yang mendirikan Institut Ibu Profesional. Komunitas yang membernya adalah perempuan, Ibu dan calon Ibu. Fokus kegiatannya memebrdayakan  Ibu, dan pendidikan.  

Ines Setiawan seorang guru Science sekolah Jerman di Jakarta, mendirikan Shine. Shine merupakan komunitas yang peduli terhadap kerusakan lingkungan, dan mendidik masyarakat untuk memanfaatkan sumbersaya alam yang tersedia untuk diolah menjadi bahan campuran pangan yang biasanya harus impor. Seperti rennet sebagai bahan pembuat keju. Dengan memproduki sendiri rennet bermanfaat memangkas jejak karbon akibat impor dari luar negeri. Menurutnya banyak bahan pangan di Indonesia yang bisa diolah menggunakan ilmu pengetahuan. Science itu tidak rumit, tapi sederhana bisa diterapkan disetiap dapur rumah tangga. Sehingga dapur bisa menjadi tempat ujicoba atau laboratorium. 

Baca juga :

 Research gap/kesenjangan penelitian

Pemasaran hijau, Green Marketing

No comments:

Post a Comment